Translator


Penelitian terbaru menunjukkan nyamuk tertarik oleh karbon dioksida yang dikeluarkan manusia dari proses pernapasan, baru kemudian tertarik pada bau kulit.

Karbon dioksida dan bau kulit yang dihasilkan manusia menjadi isyarat penting bagi nyamuk betina untuk memburu darah manusia melalui gigitan dan menyebarkan penyakit seperti malaria, demam berdarah dan demam kuning.

Demam berdarah telah menginfeksi 50 sampai 100 juta orang di seluruh dunia per tahun, setengah juta di antaranya menjalani rawat inap, dan 12,5 juta orang di antaranya meninggal dunia.

Sedangkan demam kuning menyebabkan 30.000 kematian di seluruh dunia tiap tahun. Kedua penyakit ini sama-sama disebabkan oleh virus yang masuk bersama gigitan nyamuk Aedes aegypti.

Dua ahli entomologi di University of California, Riverside telah melakukan eksperimen untuk mempelajari bagaimana nyamuk Aedes aegypti betina menyebarkan demam kuning dan demam berdarah ketika merespons karbon dioksida dan bau manusia.

Penelitian ini dilakukan oleh Cincin Carde, profesor entomologi terkemuka dari University of California, Riverside dan dibantu oleh Teun Dekker, mantan mahasiswa pascasarjana di laboratorium Carde dan sekarang menjabat sebagai asisten profesor di Swedish University of Agricultural Research.

Dalam laporan yang dimuat Journal of Experimental Biology edisi 15 Oktober 2011, para peneliti melepaskan nyamuk betina penyebab demam kuning ke dalam terowongan angin buatan dan lalu merekam jalur penerbangannya.

Dari hasil percobaan itu, peneliti menemukan bahwa:

1. Nyamuk akan melawan arus angin hanya ketika mencium bau karbon dioksida dan tetap akan berusaha melawan arus angin jika karbon dioksida bergolak dan fluktuatif yang menandakan kehadiran manusia hidup.

2. Nyamuk mengenali bau kulit manusia dan akan menjadi optimal jika bulu-bulu kulit kulit luas dan tidak berubah intensitasnya, seperti yang terjadi ketika nyamuk mendekati mangsa yang potensial.

Hasil penelitian yang dirilis Eurekalert.org, Minggu (2/10/2011) ini bisa menjadi petunjuk bagi ilmuwan untuk melihat bagaimana bau dapat digunakan sebagai perangkap untuk mencegat dan menangkap nyamuk yang sedang mencari mangsa.

"Karbon dioksida-lah yang menyebabkan nyamuk lebih cepat dan lebih langsung melawan angin daripada bau kulit," kata Carde.

"Eksperimen kami menunjukkan bahwa respons nyamuk terhadap bau kulit memerlukan waktu lebih lama daripada karbon dioksida yang menyebabkan nyamuk berani terbang melawan arus angin," lanjut Carde.

Reseptor karbon dioksida pada nyamuk memungkinkannya untuk merespon dengan cepat meskipun jumlah gas karbon dioksida hanya sedikit. Hanya karbon dioksida saja yang menarik nyamuk, dan tidak memerlukan bantuan bau lainnya.

Kulit menjadi penting ketika nyamuk sudah dekat dengan manusia untuk memilih lokasi gigitan. Selanjutnya, sensitivitas nyamuk terhadap bau kulit meningkat 5 sampai 25 kali lipat setelah mencium bau karbon dioksida

Categories:

Leave a Reply